Selasa, 10 Juli 2012

Mutiara Hikmah Isra Mi’raj Rasulullah SAW

  Mutiara Hikmah Isra Mi’raj Rasulullah SAW


إنّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضلّ له ومن يضلل فلا هادي له.
أشهد أن لاإله إلاّ الله وحده لاشريك له وأشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله، لانبي خلفه ولا رسول بعده
اللهمّ صلّ وسلّم على سيّدنا ومولانا محمّد وعلى أله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة.
اعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرّجيم , بسم الله الرحمن الرحيم:
 يأيّها الذين أمنوا اتّقوا الله حقّ تقاته ولاتموتنّ إلاّ وأنتم مسلمون.
 يأيّها النّاس اتّقوا ربّكم الذى خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبثّ منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذى تساءلون به والأرحام إنّ الله كان عليكم رقيبا.
يأيّها الذين أمنوا اتّقوا الله وقولوا قولاسديدا,يصلح لكم أعمالكم و يغفرلكم ذنوبكم, ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما.
فإنّ أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمّد صلّى الله عليه وسلّم, وشرّ الأمورمحدثاتُها وكلَّ محدثة بدعة وكلّ بدعة ضلالة و كلّ ضلالة في النّار. أمّا بعد.
Hadirin sidang jum’at Rahimakumullah!
Alhamdulillahirabbil’aalamin, hari ini kita telah kembali memasuki bulan Rajab, tepatnya tanggal 11 Rajab 1433 H, Bulan Rajab termasuk salah-satu bulan haram, sebagaimana firman Allah:
إنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ،  يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ، وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينََ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu menciptakan langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri dalam bulan-bulan tersebut, dan perangilah kaum musyrikin sebagaimana mereka pun memerangi kamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah, 9:36).

Tafsir Ath-Thabari menyebutkan bahwa keempat bulan haram yang dimaksud adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Karenanya, pada zaman dulu konon mereka tidak mengenal peperangan yang terjadi pada bulan-bulan tersebut.
bulan-bulan tersebut disebut bulah haram karena memang diharamkannya berperang dan juga perbuatan maksiat di dalam bulan tersebut dosanya akan dilipat-gandakan. Jia masyarakat Jahiliyah pun mengikuti peraturan ini, sudah semestinya kita sebagai umat islam lebih memuliakan lagi bulan Rajab ini.
Rasululah SAW berdabda :
ألاَ إنَّ الزَمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَوَاتِ وَالْأرْضَ ،السَّنَةَ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً مِنْهَا أرْبَعَةُ حَرَمٌ، ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو القَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرُّ بَيْنَ جُمَادِى(الثانية) وَشَعْبَانَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
”Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan yang di antaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumadil Tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadirin sidang jum’at arsyadakumullah!
Pada bulan Rajab inilah sejarah mencatat terjadinya Isra’ Mi’raj. Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di Surat Al Isra yang dikenal juga dengan Surat Bani Israil ayat pertama:  سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
Artinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Lalu, hikmah dan ibrah apakah yang dapat kita ambil dari peristiwa agung Isra Mi’raj tersebut?
Pertama: Allah adalah Sebaik-baik Penolong
Dalam kitab ar Rahiqul Makhtum karya syekh Shofiyyurohman disebutkan 3 perbedaan pendapat kapan terjadinya Isra’ wal Mi’raj?: Thobari berpendapat pada tahun awal kenabian, an Nawawi dan al Qurthubi berpendapat pada tahun 5 dari kenabian, dan al’allamah al Manshurfuri berpendapat pada malam 27 Rajab tahun ke 10 dari kenabian.  Yang pasti bahwa Isra Mi’raj  terjadi  sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah.
Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat “sumpek” dan penuh kepenatan, seolah tiada celah harapan lagi bagi masa depan bagi agama mulia ini. Pada saat itu, isteri tercinta Khadijah al Kubra r.a. dan pamannya, Abu Thalib yang notabene keduanya adalah pembela dan pelindungnya, meninggal dunia pada waktu yang tidak lama berselang. Sementara gangguan dan tekanan fisik maunpun psikis dari kafir Qurays terhadap perjuangan agama paripurna semakin berat. Inilah yang dikenal dengan tahun duka-cita, ‘aamul huzni.
Dalam sitausi yang serba sulit serta musibah beruntun yang diistilahkan dengan kondisi katarsis inilah,  ”rahmah” Allah meliputi segalanya, mengalahkan ketidakberdayaan dan menundukkan segala ketidak-nyamanan. “warahamatii wasi’at kulla syaei”, demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya.
Dengan iradat dan qudrat Allah SWT, Rasulullah SAW diperjalankan pada malam hari itu dari Masjidil Haram di Makkah al Mukarromah menuju baitul maqdis Al Aqsho di Palestina untuk menelusuri napak tilas “perjuangan” para Rasul sebelumnya. Bahkan kemudian beliau dibawa serta melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah di “Sidartul Muntaha”, kemudian ke baitul ma’mur. Sungguh sebuah “perjalanan penyejuk hati” yang menyemaikan ruhul jihad!.
Arti tersiratnya adalah bahwa Allah pasti akan menolong kita sebagai penerus estafet da’wah Rasulullah SAW. Betapa terkadang, di tengah perjalanan kita temukan tantangan dan penentangan yang menyesakkan dada, bahkan mengaburkan pandangan objektif dalam melangkahkan kaki ke arah tujuan. Jikalau hal ini terjadi, maka tetaplah yakin, Allah akan meraih tangan kita, mengajak kita kepada sebuah “perjalanan” yang menyejukkan. “Allahu Waliyyulladziina aamanu yukhrijuhum minadz dzulumaati ilannuur” (Sungguh Allah itu adalah Wali-nya mereka yang betul-betul beriman, Allah akan mengeluarkan mereka dari aneka macam kegelapan kedzaliman menuju satu cahaya Islam”.
Allah juga sudah memberikan garansi dengan pertolongan dan penunjukan jalanNya:
Intanshurullaha yanshurkum, walladziina jaahaduu fiina lanahdiyannahaumsubulana!
Ikhwani fillah a’azzakumullah!
Kedua: Pensucian Hati adalah Bekal Perjalanan
Disebutkan bahwa sebelum dibawa oleh Jibril AS, Rasulullah dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati Rasulullah kotor? Pernahkan Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit “dendam”, dengki, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya?, tentu jawabannya: Tidak. Karena Beliau adalah hamba yang “ma’shuum” (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa arti penting dari pensucian hatinya?
Rasulullah adalah sosok “uswah”, pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja sebagai “muballigh” (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi “percontohan” bagi semua yang mengaku pengikutnya. “Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswah hasanah”.
Memang betul, sebelum seseorang melakukan perjalanannya, haruslah dibersihkan hatinya. Sungguh, kita semua sedang dalam perjalanan. Perjalanan “suci” yang seharusnya dibangun dalam suasana “kefitrahan”. Berjalan dariNya dan juga menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini, diperlukan lentera, cahaya, atau petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai “nurani”, itulah lentera perjalanan hidup.
ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلحت سائر عمله، وإذا فسدت فسدت سائر عمله.
Ketiga: Memilih Susu – Menolak Khamar
Ketika ditawari dua pilihan minuman, dengan sigap Rasulullah mengambil gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh manfaat bagi kesehatan. Minuman yang berkalsium tinggi, menguatkan tulang belulang. Rasulullah menolak khamar, minuman yang menginjak-nginjak akal, menurunkan tingkat inteletualitas ke dasar yang paling rendah. Sungguh memang pilihan yang tepat, karena pilihan ini adalah pilihan fitri nan suci.
Dengan bekal jiwa yang telah dibersihkan tadi, Rasulullah kemudia melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanan, memang ada dua alternatif di hadapan kita. Kebaikan dan keburukan. Kebaikan akan selalu identik dengan manfaat, sementara keburukan akan selalu identik dengan kerugian. Seseorang yang hatinya suci, bersih dari kuman dosa dan noda kezaliman, akan sensitif untuk selalu menerima yang benar dan menolak yang salah. Bahkan hati yang bersih tadi akan merasakan “ketidak senangan” terhadap setiap kemungkaran. Lebih jauh lagi, pemiliknya akan memerangi setiap kemungkaran dengan segala daya yang dimilikinya.
Dalam hidup ini seringkali kita diperhadapkan kepada pilihan-pilihan yang samar. Fitrah menjadi acuan, lentera, pedoman dalam mengayuh bahtera kehidupan menuju tujuan akhir kita (akhirat). Dan oleh karenanya, jika kita dalam melakukan pilihan-pilihan dalam hidup ini, ternyata kita seringkali terperangkap kepada pilihan-pilihan yang salah, buruk lagi merugikan, maka yakinlah itu disebabkan oleh tumpulnya firtah insaniyah kita. Agaknya dalam situasi seperti ini, diperlukan asahan untuk mempertajam kembali fitrah Ilahiyah yang bersemayam dalam diri setiap insan.
Keempat: Urgensi Sholat Dalam Kehidupan Seorang Mu’min
Shalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim multazim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepada Yang Maha Sempurna. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna ibadah. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal  seorang Muslim.
Maka ketika Rasulullah memimpin shalat berjama’ah yang para ma’mumnya adalah para anbiyaa (nabi-nabi), maka sungguh hal itu adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari seluruh kaum yang ada. Memang jauh sebelumnya, Musalah yang menjadi pemimpin sebuah umat besar pada masanya. Bahkan Ibrahim, Eyangnya para nabi dan Rasul, menerima menjadi Ma’mum Rasulullah SAW. Beliau menerima dengan rela hati, karena sadar bahwa Rasulullah memang memiliki kelebihan-kelebihan “leadership”, walau secara senioritas beliaulah yang seharusnya menjadi Imam.
Perjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau kembali menuju alam dunia. Rasulullah sungguh sadar betul bahwa betapapun ni’matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa ni’mat menyaksikan dan mengelilingi syurga, tapi kenyataannya beliau masih memiliki tanggung jawab duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni’matan yang dirasakan malam itu, harus ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus diembannya.
Inilah sikap seorang Muslim multazim. Kita dituntut untuk menjadi kholifah di bumi ini dengan bekal shalat yang kokoh. Jika sholat dikerjakan dengan kekhusyu’an dan keikhlasan maksimal, maka akan menjadikan pelakunya sholeh secara individual dan juga sosial. Karena  inti dari ibadah adalah ma’rifatullah, inti dari ma’rifatullah adalah ahlaq karimah, inti dari ahlaq karimah adalah ukhuwwah imaniyah dan inti dari ukhuwwah imaniyyah adalah idkholus surur fi sudhurilghair (mengembirakan hati orang lain)!.
Hadirin yang mulia!
Kelima: Keyakinan teguh kepada Kebenaran Risalah Muhammad SAW
Pagi hari pasca Isra Mi’raj tersebut Rasulullah merasa sangat risau bagaimana menjelaskan peristiwa yang di luar biasa tersebut kepada umatnya. Di mana dalam mi’raj tersebut beliau diperlihat 4 macam sungai: dua yang dhohir yaitu sungai Nil dan Efrat, dua sungai yang bathin di syurga. Beliau juga melihat malaikat penjaga neraka yang wajahnya sangat sangar tanpa senyum sama sekali, beliau juga melihat syurga dengan segala kenikmatan yang luar biasa dan neraka dengan siksanya yang tak terperikan. Beliau juga melihat aneka siksaan bagi pemakan harta anak yatim, pemakan riba, pelaku zina dan beliau juga melihat sekelompok onta penduduk Makkah yang hilir mudik.
Pada saat gundah-gulana itulah, tampil Abu Bakar yang serta-merta percaya seratus persen dengan apa yang telah terjadi pada Isra Mi’raj. Oleh sebab itulah Abu Bakar mendapat gelar Ash Shiddiq, orang yang jujur dan benar. Sementara di sisi lain, para penentang Rasulullah seperti mendapat amunisi baru untuk menyerangnya dengan sebutan Muhammad telah gila, bagaimana mungkin dalam satu malam telah berhasil mengadakan perjalanan Makkah-Palestina, bahkan ke langit ketujuh?.
Inilah keistimewaan iman yang merupakan hak preogatif Allah SWT. Ketika keimanan seseorang sudah mencapai derajat tertinggi yaitu Ma’rifatullah, sebagai hasil dari pendalaman serta pengejawantahan syari’at, haqiqat dan thariqat, maka ia akan sanggup melampui batas logika dan akal fikiran manusia. Lihatlah, betapa Ibrahim yang harus menyembelih putra kandungnya, ismail. Atau Nuh as yang harus membuat perahu, sementara ia hidup di daratan yang jauh dari lautan. Atau juga masyithoh yang harus bersama bayinya dimasukkan ke dalam air mendidih. Sekali lagi, ketika iman sudah menancap kuat di dalam dada seorang hamba, maka tiada yang diharapkannya kecuali Cinta dan Ridha Allah semata. Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmushshoolihat.
بارك الله لي ولكم في القرأن الكريم ونفعني وايّاكم بما فيه من الايات و الذكر الحكيم, تقبّل الله منّي و منكم تلاوته
انّه هو السميع العليم.
 (disampaikan oleh Abu Ezzat El Wazira di Masjid Jami’ Darunnajah Cipining, Jum’at, 11 Rajab 1433 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar